Model Baru Dari Sepatu Safety Jogger
Jual Murah Sepatu Safety Jogger Makasar
Rabu, 31 Agustus 2016
Keselamatan, dan Kesehatan Kerja Pada Perusahaan Tekstil
Kesehatan
kerja merupakan spesialisasi dalam Ilmu Kesehatan/Kedokteran beserta
prakteknya yang bertujuan agar para pekerja atau masyarakat pekerja
memperoleh derajat kesehatan setingi-tingginya,
baik fisik, amental, maupun
sosial, dengan usaha-usaha
preventif dan kuratif terhadap
penyakit- penyakit/gangguan-gangguan kesehatan
yang diakibatkan oleh faktor-faktor
pekerjaan dan lingkungan kerja,
serta terhadap penyakit-penyakit umum
(Sumakmur, 1981).
Menurut
Dainur, kesehatan kerja adalah
upaya perusahaan untuk mempersiapkan, memelihara serta
tindakan lainnya dalam rangka pengadaan serta penggunaan tenaga kerja dengan
kesehatan baik fisik, mental maupun sosial yang maksimal, sehingga dapat
berproduksi secara maksimal pula (Dainur,1992).
Sedangkan
definisi lain menyatakan bahwa kesehatan kerja merupakan aplikasi kesehatan
masyarakat di dalam suatu tempat (perusahaan, pabrik, kantor, dan sebagainya)
dan menjadi pasien dari kesehatan kerja ialah masyarakat pekerja dengan
masyarakat di sekitar perusahaan tersebut. Apabila didalam kesehatan masyarakat
ciri pokoknya adalah upaya preventif
(pencegahan penyakit) dan promotif (peningkatan
kesehatan), maka dalam kesehatan kerja, kedua hal tersebut menjadi ciri pokok
(Notoatmojo, 1997)
Industri
adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah
jadi atau barang jadi menjadi barang yang bermutu tinggi dalam
penggunaannya, termasuk kegiatan
rancang bangun dan perekayasaan
industri. Dengan demikian,
industri merupakan bagian dari
proses produksi. Bahan-bahan industri diambil secara langsung
maupun tidak langsung, kemudian diolah, sehingga
menghasilkan barang yang
bernilai lebih bagi masyarakat. Kegiatan
proses produksi dalam industri itu disebut dengan perindustrian. Dari definisi
tersebut, istilah industri
sering disebut sebagai kegiatan
manufaktur (manufacturing).
Adapun
yang termasuk industri ini adalah sebagai berikut:
1. Industri
tekstil, misalnya: benang, kain, dan pakaian jadi.
2. Industri
alat listrik dan logam, misalnya: kipas angin, lemari es, dan mesin jahit,
televisi, dan radio.
3. Industri
kimia, misalnya: sabun, pasta
gigi, sampho, tinta, plastik, obat-obatan,
dan pipa.
4. Industri
pangan, misalnya: minyak goreng, terigu, gula, teh, kopi, garam dan makanan
kemasan.
5. Industri
bahan bangunan dan umum, misalnya: kayu gergajian, kayu lapis, dan marmer
Tekstil
adalah material fleksibel yang terbuat dari tenunan benang. Tekstil dibentuk
dengan cara penyulaman, penjahitan, pengikatan, dan cara pressing.
Istilah tekstil dalam pemakaiannya sehari-hari sering disamakan dengan istilah
kain. Namun ada sedikit perbedaan antara dua istilah ini, tekstil dapat
digunakan untuk menyebut bahan apapun yang terbuat dari tenunan benang,
sedangkan kain merupakan hasil jadinya, yang sudah bisa digunakan.
Proses Pembuatan
Sebelum
kapas diproses pada mesin
blowing, terlebih dahulu kapas dikeluarkan
dari gudang, kemudian kapas yang masih dalam keadaan terbungkus dan terikat, di
bawa ke Bill Store untuk dibuka dan dilepaskan ikatannya agar kapas kembali ke
dalam bentuk semula dan dibiarkan untuk diangin-anginkan selama ±24 jam.
Kemudian kapas yang dibuat lap lalu dikerjakan pada mesin carding, lap akan
mengalami pembersihan, pemisahan, penarikan dengan mesin pre drawing untuk
dapat dibuat sliver, selanjutnya dikerjakan pada mesin yang lebih rata
seratnya, dengan jalan 8 sliver dijadikan sliver ditarik diantara rol-rol.
Selanjutnya
dikerjakan pada mesin lap former untuk dibuat lap yaitu 8 sliver
dimasukkan pada mesin ini. Dengan ditarik agar seratnya searah panjang dan
pendek terpisah maka lap dikerjakan pada mesin lap pendek akan terkumpul
menjadi kotoran, sedang serat panjang dibuat silver yang terdiri serat panjang
saja. Serat silver yang dapat diproses kembali untuk dijadikan benang carded
dengan nomor 15 dan 35 atau sebagai campuran untuk membuat benang-benang carded
dengan No.30 S dan 40 S.
Sliver
hasil combing selanjutnya dikerjakan pada mesin drawing (I dan II) untuk dibuat
sliver yang baik karena sliver hasil combing merupakan bahan baku untuk
pembuatan benang halus dan ini diproses pada mesin speed frame. Dengan sedikit
ditarik dan dipilin akan menghasilkan sliver dengan ukuran lebih kecil yang
disebut roving. Roving ini hasil dari mesin speed frame dibuat benang
tunggal selanjutnya dapat diperdagangkan baik dalam bentuk cone (pada mesin
cone winder) atau benang double mesin quick traverse, hant dan lain-lain.
Potensi Bahaya Kecelakaan Kerja
Pada Industri Tekstil
Setiap
industri memiliki potensi akan terjadinya bahaya dan kecelakaan kerja.
Namun demikian peraturan telah meminta agar setiap industri
mengantisipasi dan meminimalkan bahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan atau
terancamnya keselamatan seseorang baik yang ada dalam lingkungan industry itu
sendiri ataupun bagi masyarakat di sekitar industri. Hal-hal yang menjadi permasalahan
yang berkaitan dengan potensi bahaya kecelakaan kerja pada industri busana.
Gudang
resiko bahaya pada Packing dan Bahaya kebakaran
a. Pola/Potong,
resiko bahaya adalah Jari tangan terpotong dan tersengat arus singat
b. Jahit,
resiko bahaya adalah Jari terkena jarum, tersengat arus singkat, kebakaran
c. Pasang
kancing, resiko bahaya adalah Jari tergencet mesin kancing, tersengat arus
singkat.
d. Setrika,
resiko bahaya adalah Tersengat arus singkat, kebakaran serta Tergores dan
bahaya jatuhan
Keserasian Peralatan dan Sarana
Kerja Dengan Tenaga Kerja
Keserasian
peralatan dan sarana harus diperhatikan pihak perusahaan dan disesuaikan dengan
tenaga kerja yang dimilikinya agar kecelakaan kerja dapat diminimalisasi.
Kesalahan atau ketidakserasian antara peralatan dan sarana kerja dengan pegawai
yang menggunakan. Ketidak serasian antara peralatan dan sarana dengan tenaga
kerja dapat menimbulkan berbagai masalah yang akhirnya dapat mengancam
keselamatan dan kesehatan kerja pegawai atau tenaga kerja.
Permasalahan
mengenai keserasian peralatan
dan sarana kerja dengan tenaga kerja pada
industri busana dapat dilihat pada tabel.
Proses
Produksi Faktor Ergonomi :
1. Pemotongan
Kain - Ukuran Meja Kerja
·
Kursi duduk
·
Sikap dan sistem kerja
·
Cara dan sistem keja
2. Mesin
jahit, obras, bordir - Ukuran Meja Kerja
·
Kursi duduk
·
Sikap dan sistem kerja
·
Cara dan sistem keja
3. Seterika
- Ukuran Meja Kerja
·
Kursi duduk
·
Sikap/ cara kerja
·
Kesesuaian sikap/sistem kerja
4. Packing
- Kegiatan angkat junjung
·
Sikap dan cara kerja
·
Ruang gerak
Faktor penyebab ;
·
Faktor
Manusia
Permasalahan
yang terjadi pada faktor manusia meliputi faktor manajerial, dan faktor tenaga
kerja. Permasalahannya dapat merupakan:
a. Manajemen:
-
Pemahaman yang kurang tentang hiperkes
dan keselamaatan kerja
-
Tidak melaksanakan teknik-teknik
hiperkes dan keselamatan kerja
-
Tidak menyediakan alat
proteksi/pelindung diri
·
Tenaga
kerja:
-
Tidak melaksanakan ketentuan-ketentuan
K3
-
Tidak mengenakan alat proteksi yang
telah disediakan
-
Tidak memiliki naluri cara kerja sehat
-
Tingkat pengetahuan terhadap
perkembangan teknologi industri.
Faktor Lingkungan Kerja
di
Perusahaan Industri Tekstil antara lain:
1) Penerangan
yang kurang mengakibatkan kesalahan pewarnaan.
2) Iklim
kerja mengakibatkan lelah kerja para pekerja.
3) Debu
mengakibatkan gangguan pernafasan dan kerusakan mata.
4) Uap
mengakibatkan suhu panas.
5) Formaldehyde
mengakibatkan timbulnya limbah B3.
Dampak Penyakit yang timbul dari
Bahaya Kecelakaan Kerja pada Industri Tekstil Pemintalan Benang
Byssinosis adalah
penyakit tergolong pneumoconiosis yang penyebabnyaterutama debu kapas kepada
pekerja-pekerja dalam industri textil. Penyakit ini berkaitan erat dengan
pekerjaan blowing dan carding. Tetapi terdapat pula pada pekerjaan-pekerjaan
lainnya. bahkan dari permulaan proses (pembuangan biji kapas)
sampai kepada proses akhir
(penenunan). Masa inkubasi rata-rata
terpendek adalah 5 tahun bagi para pekerja pada blowing dan carding. Bagi
pekerja lainnya lebih dari waktu 5 tahun (Suma’mur. 1993).
Penyakit Akibat Kerja dan Yang Berhubungan
Dengan Pekerjaan
a)
Penyakit
Akibat Kerja
Penyakit
akibat kerja ini mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat
dengan pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab yang mudah
diakui.
b)
Penyakit
yang berhubungann dengan
pekerjaan – work related
disease
Adalah
penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab, dimana faktor pada
pekerjaan memegang peranan
bersama dengan faktor resiko
lainnya dalam berkembangnya penyakit yang mempunyai etiologi yang
kompleks.
c)
Penyakit
yang mengenai populasi pekerja
Penyakit
yang terjadi pada populasi pekerja tanpa adanya agen
penyebab di tempat kerja, namun dapat diperberat oleh kondisi
pekerjaan yang buruk bagi kesehatan.
d)
Penyakit
Yang Timbul Karena Hubungan Kerja.
Berdasarkan
SK Presiden No.22 tahun 1993, disebutkan berbagai macam penyakit yang timbul
karena hubungan kerja yaitu :
1) Pneumoconiosis yang
disebabkan oleh debu mineral pembentuk jaringan parut,yang silikonsnya
merupakan factor utama penyebab cacat dan kematian
2) Penyakit
paru dan saluran pernafasan (broncopulmoner) yang disebabkan oleh debu logam
keras.
3) Penyakit
paru dan saluran pernafasan (broncopulmoner) yang disebabkan oleh debu kapas
vlas, henep, dan sisal (bissinosis).
4) Asma
akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitivisasi dan zat
perangsang yang dikenal yang berada dalam proses pekerjaan
5) Aliveolitis
alergika yang disebabkan oleh factor dari luar sebagai akibat dari
penghirupan debu organik.
6) Penyakit
yang disebabkan oleh berilium
atau persenyawaannya yang beracun.
7) Penyakit
yang disebabkan kadmium atau persenyawaannya yang beracun.
8) Penyakit
yang disebabkan faktor atau persenyawaanya yang beracun
9) Penyakit
yang disebabkan oleh krom
atau persenyawaannya yang beracun.
10) Penyakit
yang disebabkan oleh: mangan,
arsen, raksa, timbal, fluor,benzena,
derivat halogen,derivat nitro,dan
amina dari benzena atau homolognya yang
beracun.
Pencegahan dari bahaya dan dampak
terhadap tenaga kerja industri tekstil pemintalan benang
Upaya-upaya pencegahan dalam
keselamatan kerja dengan menggunakan APD.
Menurut
OSHA atau Occupational
Safety and Health Administration,pesonal
protective equipment atau alat pelindung diri (APD) didefinisikan sebagai
alat yang digunakan untuk melindungi
pekerja dari luka atau
penyakit yang diakibatkan oleh adanya kontak dengan bahaya
(hazards) di tempat kerja, baik yang bersifat kimia, biologis, radiasi, fisik,
elektrik, mekanik dan lainnya.
Dalam
hirarki bahaya (hazard) control
atau pengendalian bahaya, penggunaan alat pelindung
diri merupakan metode pengendali bahaya paling akhir.
Artinya, sebelum memutuskan untuk menggunakan APD, metode-metode lain harus
dilalui terlebih dahulu, dengan melakukan upaya optimal agar bahaya atau hazard
bisa dihilangkan atau paling tidak dikurangi.
Adapun
hirarki pengendalian bahaya di tempat kerja, termasuk di pabrik kimia adalah
sebagai berikut:
1. Elimination,
merupakan upaya menghilangkan bahaya dari sumbernya.
2. Reduction,
mengupayakan agar tingkat bahaya bisa dikurangi.
3. Engineering
control, artinya bahaya
diisolasi agar tidak kontak
dengan pekerja.
4. Administrative
control, artinya bahaya
dikendalikan dengan menerapkan instruksi kerja atau
penjadualan kerja untuk mengurangi paparan terhadap bahaya.
5. Personal
protective equipment, artinya pekerja dilindungi dari bahaya dengan menggunakan
alat pelindung diri.
Jenis-jenis Alat Pelindung Diri.
Alat
pelindung diri diklasifikasikan
berdasarkan target organ tubuh
yang berpotensi terkena resiko dari bahaya.
1)
Mata
a. Sumber
bahaya: cipratan bahan kimia atau logam cair, debu, katalis powder, proyektil,
gas, uap dan radiasi.
b. APD:
safety spectacles, safety glasses, goggle, faceshield, welding shield.
2)
Telinga
a. Sumber
bahaya: suara dengan tingkat kebisingan lebih dari 85 dB.
b. APD:
ear plug, ear muff, canal caps.
3)
Kepala
a. Sumber
bahaya: tertimpa benda jatuh, terbentur benda keras, rambut terlilit benda
berputar.
b. APD:
helmet, bump caps.
4)
Pernapasan
a. Sumber
bahaya: debu, uap, gas, kekurangan oksigen (oxygen defiency).
b. APD:
respirator, breathing apparatus
5)
Tubuh
a. Sumber
bahaya: suara dengan tingkat kebisingan lebih dari 85 dB.
b. APD:
ear plug, ear muff, canal caps.
6)
Tangan
dan Lengan.
a. Sumber
bahaya: temperatur ekstrim, benda tajam, tertimpa benda berat, sengatan
listrik, bahan kimia, infeksi kulit.
b. APD:
sarung tangan (gloves), armlets, mitts.
7) Kaki
a. Sumber
bahaya: lantai licin, lantai basah, benda tajam, benda jatuh, cipratan bahan
kimia dan logam cair, aberasi.
b. APD:
safety shoes, safety boots, legging, spat.
Upaya-upaya untuk mencegah
byssinosis adalah :
a. Pemeliharaan
rumah tangga yang baik di perusahaan tekstil sehingga debu kapas sangat sedikit
di udara.
b. Pembersihan
mesin carding sebaiknya dengan pompa hampa udara.
c. Membersihkan
lantai dengan sapu tidak baik.
d. Ventilasi
umum dengan sistim hisap.
e. Pemeriksaan
kesehatan pekerja sebelum bekerja dan pemeriksaan kesehatan secara berkala.
f. Rotasi
pekerja yang telah terpapar debu kapas ke tempat yang tidak berbahaya.
Penanggulangan lain :
1.
Perlu lebih ditingkatkan lagi
kualitas kerja dalam mengupayakan kesehatan dan keselamatan kerja yang sudah
ada.
2.
Penataan ruangan harus lebih
diperhatikan menjadi lebih baik, supaya para karyawan lebih leluasa dalam
melakukan pekerjaannya. Bengkel kerja utama industri jika memungkinkan
dipindahkan ke tempat yang khusus disediakan untuk kegiatan industri,
setidaknya diusahakan pembagian tempat pengolahan khusus yang bersekat dan
masing-masing disendirikan sehingga ruang gerak menjadi luas.
3.
Untuk menghindari sakit akibat
kerja pekerja perlu melakukan olahraga yang teratur, dan setidaknya banyak
bergerak dari pekerjaan yang biasa dilakukan, contoh apabila biasanya duduk
sesekali berdiri dan berjalan agar gerakan dan posisi kerja para karyawan
menjadi lebih bervariasi dan tidak monotonis.
4.
Sebaiknya untuk pembuangan atau
penimbunan sementara limbah disediakan lahan kosong tersendiri, atau setidaknya
menempatkannya dalam karung, bak, atau lubang khusus sehingga tidak terjadi
pencemaran lingkungan dan dari segi tata ruang pun menjadi lebih luas dan enak
untuk dipandang.
5.
Perusahaan (dalam hal ini
industri kecil) yang belum mendapat tempat di organisasi
Pukesmas maka hendaknya
dimasukkan secara struktural kedalam
organisasi tersebut. Sehingga industri ini akan lebih terayomi dalam hal
pelayanan kesehatannya yang paripurna (promotif, preventif, kuratif, dan
rehabilitatif), yang dalam hal ini ditekankan pada ruang lingkup kedokteran
industrinya. Misalnya petugas kesehatan mengunjungi tempat-tempat industri
secara rutin guna menilai kesehatan kerja di perusahaan-perusahaan rumah
tangga.
Langganan:
Postingan (Atom)